Suatu saat Mbak Nonik memintaku
mengajari komputer karena alasan dia sedang ikut kursus untuk bekal
bekerja (Mbak Nonik sedang melamar di Perusahaan Swasta) dan sebentar
lagi ada ujian komputer. Aku menyanggupinya tapi hanya pada saat aku
tidak ada kegiatan kuliah. Hari pertama Mbak Nonik belajar komputer
tidak ada yang perlu diceritakan, namun pada hari-hari berikutnya
terjadilah cerita-cerita erotis ini. Saat itu Mbak Nonik sedang mencoba
belajar Excel, aku duduk di kursi tamu yang jaraknya kira-kira 3 meter
dari jarak meja komputer.
“Mbak…, kapan ujiannya”, tanyaku.
“Besok!, Mas!, sini dong..”
“Ada apa Mbak”, sahutku.
“Ini lho, cara ngasih blok ini gimana toch?”
“Ochh…, itu toch, gini klik mouse kiri tekan terus dan geser sampai
bagian yang dikehendaki kemudian lepaskan”, begitu kataku sambil
memberikan contoh.
Cerita Sex, Selanjutnya Mbak Nonik segera mencoba
dan berkali-kali gagal. Aku membimbing dengan memegang tangan Mbak
Nonik, tangan Mbak Nonik memegang mouse sementara tanganku di atas
tangannya. Tanpa terasa perutku menempel di bahu Mbak Nonik. Aku lihat
tidak ada perubahan apapun di wajah Mbak Nonik dan aku pun pura-pura
tidak tahu.
Cerita Dewasa, Agar lebih leluasa aku ambil kursi
dan duduk di sebelahnya. Sambil mengajar, kedua tanganku ikut main,
tangan kanan mainkan mouse dan tangan kiri memegang pantat Mbak Nonik.
Melihat tidak ada reaksi dari Mbak Nonik, aku mulai berani lebih jauh,
tanganku mulai meraba pinggangnya. Ia diam saja. Sambil meremas-remas
pinggangnya, aku mendekatkan hidungku ke tengkuknya.
Sampai akhirnya hidungku menempel di belakang telinga kanannya.
Sementara tanganku mulai merayap naik dari pinggangnya. Jari-jemariku
menyusupkan ke dalam celah di bawah kemeja pendeknya, memberikan
kehangatan pada pinggang dan perutnya yang langsing dan kencang, terus
perlahan-lahan merayap ke atas. Mbak Nonikk menarik nafas dalam-dalam
hingga kedua bukit di dadanya makin membusung dan memenuhi kemeja
ketatnya pada saat itu pula, tangan kananku tiba di bukit halus di dada
kanannya, mengusap, memijit, dan meremas pelan, membuat nafas Mbak Nonik
kian memburu, ia memutar wajahnya ke kanan.
“Uhh… Mass jangan!”, desahnya.
“Kenapa Mbak, mumpung sepi, nggak ada yang lihat”.
“Jangan ach, saru…, aku pulang dulu yach”, kata Mbak Nonik sambil membereskan buku excel yang dibawanya.
“Mbak, boleh nggak, kalau aku minta punyanya Mbak Nonik?”.
“Minta apa…”, tanyanya penasaran.
“Aku ingin merasakan punya Mbak Nonik, kalau boleh Mbak ke sini hari
Rabu, kira-kira jam 10.00 pagi, Kutunggu”. Aku sengaja memilih jam
tersebut, karena saat-saat seperti itu di lingkungan kami relatif sepi,
karena ditinggal sekolah anak-anak, sementara ibu-ibu sibuk di dapur.
Tak ada jawaban dari bibirnya yang aduhai, maka kuulangi lagi.
“Bagaimana Mbak?”.
“Ach…, Aku pulang dulu yach”, hanya itu jawaban darinya.
Hari Rabu yang kutunggu datang juga, aku minta ijin pada boss
seolah-olah ada keperluan keluarga. Hatiku rasanya berdebar-debar
menunggu kedatangan Mbak Nonik, ada rasa was-was kalau ternyata yang
ditunggu-tunggu ternyata tidak datang. Berkali-kali aku lihat keluar,
dia belum juga keluar dari rumahnya. Kulihat lagi…, uch dia keluar,
hatiku berdebar, jantungku berdetak lebih cepat, semakin dekat jarak
kami rasanya detak jantung ini makin cepat pula.
“Masuk Mbak”, bisikku mempersilakan.
“Mass, aaku geemetaar”.
“aakuuu juga”, sambil kutarik tangan Mbak Nonik ke kamarku.
“Mass”.
Tiba-tiba kata-katanya terhenti dan nafasnya tertahan, saat kupeluk
dan kuciumi lehernya yang jenjang itu. Dan selang beberapa detik kamipun
tenggelam dalam ciuman yang sangat bernafsu itu beberapa menit. Dan
tangankupun mulai menggerayangi seluruh tubuhnya. Sambil berdiri kami
berdua masih saling melumat dan tangankupun mulai menggerayangi dari
leher, ke bahu dan pada akhirnya bertumpu di dua gunung kembar milik
Mbak Nonik.
Kini jari-jariku telah menemukan puting kecil di puncak bukit kenyal
di dada kanannya dan mulai mengusap-usapnya. Ibu jariku mengusap puting
dadanya yang kanan, sementara jari tengah aku melakukan hal yang serupa
di dadanya yang kiri. Tangan kiriku membuka kancing dan ritsluiting
celana kulotnya, menyusup ke dalam, menemukan rambut-rambut ikal.
Mbak Nonik memejamkan matanya dan menahan nafas, ekspresinya
menunjukkan rasa geli dan birahi. Secara refleks, tangannya membuka
kancing-kancing kemejanya, hingga dua bukit yang dari tadi berdesakan
dalam ruang sempit itu terbebas. Indah sekali, aku dapat melihat bahwa
ibu jari dan jari tengah tangan kananku kini sedang memijit-mijit dua
buah puting yang tegang, berwarna coklat muda.
Kemejanya tersingkap di sebelah kanan, menunjukkan pundak yang sangat
halus dan indah, aku langsung mengoleskan lidahku di situ berkali-kali.
Tangan kiriku terus menggali ke dalam rambut-rambut ikat itu hingga
celana Mbak Nonik melorot sedikit demi sedikit dan akhirnya jatuh di
bawah kakinya. Jari tengah tangan kiriku pun langsung menyentuh sesuatu
yang hangat dan lembab, mengusapnya, menjentik-jentikkannya.
Membuat tubuh Mbak Nonik yang cukup jangkung itu bergetar, sulit
berdiri tegak, kakinya goyah, dadanya naik turun mengikuti nafasnya yang
terengah, keringat membasahi keningnya, dan sesuatu mulai membasahi
jari tangan kiriku di tengah selangkangannya, berdirinya semakin goyah,
tangan tangan dan mulutku makin giat bekerja, tungkai indahnya makin
gemetar.
“Ohh…, Massss.., ohh…, aku nggak tahan geli”, rintihnya sambil terengah.
Aku segera menelentangkan tubuhnya di atas ranjang. Kuulangi
menghisap putingnya bergantian. Tangan kananku menggosok-gosok
vaginanya. Kuciumi, kujilati dan kuhisap-hisap semua bagian yang menurut
instingku bisa membangkitkan gairahnya. Bibir, lidah, telinga, kuping
leher, dada, perut, pusar, paha, vagina, betis sampai ke jari dan
telapak kakinya. Tubuh Mbak Nonik bergelinjangan tak karuan dadanya
naik-turun kelojotan. Mulutku naik lagi ke atas menyusuri betis dan paha
hingga akhirnya berhenti di vaginanya. Dengan kedua tanganku kusibak
pelan bulu vaginanya. Kulihat belahan vaginanya yang memerah berkilat
dan bagian dalamnya ada yang berdenyut-denyut. Kuciumi dengan lembut,
bau vaginanya membuat sensasi yang aneh. Dengan hidung kugesek-gesek
belahan vagina Mbak Nonik sambil menikmati aroma bahunya. Erangan dan
gelinjangan tubuhnya terlihat seperti pemandangan yang indah
menggairahkan.
“aahhk…, eeekhh…, nikmat sekali Mass,”, rintih Mbak Nonik.
Kujulurkan lidahku, kujilat sedikit vaginanya, ada rasa asin. Lalu
dari bawah sampai atas kujulurkan lidahku menjilati belahan vaginanya.
Begitu seterusnya naik turun sambil melihat reaksi Mbak Nonik.
“Akkhh…, akkkhh…, akkkhh…, ngghh”, Mbak Nonik terus merintih nikmat,
tangannya mencari tangan kananku, meremas-remas jariku lalu membawanya
ke payudaranya.
Aku tahu dia ingin yang meremas payudaranya adalah tanganku. Begitu
kulakukan terus, tangan kananku meremas payudaranya, mulutku menjilati
dan menghisap-hisap, menyedot vaginanya, sementara tangan kiriku
menyentik-nyentik clitorisnya. Diapun bergelinjang-gelinjang kenikmatan.
“Masss aduuh…, enaak sekalii”, erang Mbak Nonik.
“Nggghh…, nggghh…”, Aku hanya bisa mendesah, kakinya yang tadinya
belum terbuka lebar, tanpa dia sadari dia telah merenggangkan kedua
pahanya sambil kakinya ditekuk.
Maka semakin lebar kemaluannya terbuka aku semakin leluasa memainkan vaginanya.
Setelah menyedot bibir vagina milik Mbak Nonik, lalu aku mulai
menjulurkan lidahku ke dalam vaginanya yang mulai basah itu. Kujilati
clitoris milik Mbak Nonik yang merah itu, terkadang lidahku kujulurkan
masuk ke dalam lubang vaginanya. Diapun mendesah terus menerus,
“aaccch, oooccchh, aaccchh, oooccchh”. Mendengar desahan Mbak Nonik aku semakin beringas menjilatinya hingga vaginanya basah.
“Masss…, nggghh..”, Mbak Nonik mendesah sambil tangannya menggapai mencari-cari penisku.
Aku bangkit dan kuletakkan penisku di lembah diantara dua bukit yang
kenyal itu, lalu kugesek-gesekkan penisku, sementara Mbak Nonik
menggeliat-liat sambil tangannya ikut mengusap-usap kepala penisku.
“Masss…, nggghh..”, desah Mbak Nonik.
Tangannya menarik penisku, sementara lidahnya menjilat-jilat bibirnya
yang sensual. Kusorongkan penisku ke bibir Mbak Nonik, Dia mulai
mengelus-elus, menjilati dari kantung yang berisikan dua biji pelir
hingga sampai pada kepala penisku. Setelah puas dia menjilati lalu dia
memasukan penisku ke mulutnya, menghisap dan mengocok-ngocok dengan
mulutnya seirama dengan desahan Mbak Nonik. Lama sekali dia mempermaikan
penisku hingga aku secara tidak sadar menggeliat-geliat sambil
mendesah,
“Ooohh, ooohh, yaacch, yaacch”. Aku sudah tidak tahan, penisku yang sedang di kulum-kulum di mulut Mbak Nonik, kucabut.
Aku mengangkat kedua tungkainya, meletakkannya di bahuku, dan
pelahan-lahan dengan hati-hati kupegang penisku dan kugesek-gesekkan di
belahan bibir vaginanya beberapa kali, kemudian kutekan ke dalam dan…,
“Bleeess”, penisku memasuki vaginanya dan segera kusodokkan dalam-dalam dengan kencang.
“Aduuhh…”, Mbak Nonik menjerit pelan.
“Sakit Mbak..”, tanyaku dan Mbak Nonik kulihat hanya menggelengkan kepalanya
sedikit dan ketika dia menciumi di sekitar telingaku kudengar dia malah berbisik,
“enaak…, Maas”.
Kuciumi wajahnya dan sesekali kuhisap bibirnya sambil kumulai
menggerakkan pantatku naik turun pelan-pelan, dan makin lama semakin
cepat. Tangan Mbak Nonik mencengkeram dan menekan pantatku. Wajahnya
tampak memelas, matanya terkatup rapat, bibir tipisnya terbuka, namun
giginya terkatup, keringat membasahi sekujur tubuhnya yang kini bergerak
terkocok dalam kecepatan tinggi.
Aku merasakan jepitan vaginanya sungguh luar biasa. Begitu lembab,
lengket, licin, namun ketat mencengkeram mengurut-ngurut kejantananku.
Ia pun merasakan nikmat yang luar biasa, vaginanya terjejali dengan
benda yang keras dan hangat dengan ukuran yang tepat, gairahsex.com
menggesek dinding liang vaginanya, tiap gesekan makin membuatnya
melayang-layang.
Aku menurunkan kaki kanannya dari bahu kiriku, dan memutar tubuhnya
ke kiri, sehingga posisi kami jadi menyilang, penisku kini menyentuh
bagian yang lebih dalam dari vaginanya. Mbak Nonik kian histeris,
menggeliat-geliat, punggungnya terangkat-angkat dari kasur, matanya
terpejam makin rapat, dan mulutnya mendesis, mengerang, dan mengaduh
tidak menentu. Tangan kanannya kini memegangi tanganku yang sedang
mencengkeram pinggulnya.
Aku membungkukkan badan dan mulutku menangkap puting kanan Mbak
Nonik, mengolesinya dengan lidahku, menghisap-hisapnya, namun puting itu
tidak dapat menjadi lebih tegang lagi karena sudah begitu tegang. Tubuh
kami terus saling berhempasan, penisku terasa menyodok-nyodok ujung
liang vaginanya. Sampai tiba-tiba kedua tangannya mencengkeram sprei,
wajahnya meringis, dan tubuhnya meregang sampai punggungnya terangkat
tinggi dari ranjang,
“Uggghh…, Masssh…, ohh”, rintihnya.
Beberapa detik tubuhnya meregang seperti itu, otot-otot vaginanya
terasa kuat sekali menggenggam penisku, lalu tiba-tiba tubuh langsingnya
terkulai lunglai, seperti tak berenergi.
“Mbak Nonik, bisa tahan sebentar saja?”, tanyaku. Ia mengangguk lemah sambil tetap lunglai seperti orang mau pingsan.
Aku segera dengan cepat mengocokkan penisku, kutekankan dalam-dalam,
dan kutarik dengan cepat, begitu terus. Hingga ekspresi Mbak Nonik
menunjukkan rasa ngilu kesakitan, namun ia diam saja, membiarkanku
mencapai klimaks. Dan akhirnya, aku merasa sesuatu keluar dari penisku,
“crottt…, crottt…, crottt…, ach”.
Aku mencabut penisku dari vagina Mbak Nonik dan berbaring di
sampingnya. Mendekapnya, memeluknya. Ia pun memelukku dengan mesra,
seolah kami merupakan suami istri yang saling memiliki.
Sejak kejadian itu kami jarang ketemu apalagi ngobrol, karena Mbak
Nonik sudah lulus kursus, apalagi setelah Mbak Nonik mulai kerja,
sementara aku disibukkan dengan urusan kuliah dan pekerjaan, praktis
kami tidak sempat ketemu lagi.
Pengalamanku dengan Mbak Nonik membuat aku sering tergoda jika
melihat ibu-ibu seksi. Aku ingin pengalamanku terulang, tapi tidak bisa.
Mbak Nonik sudah pindah menempati rumah sendiri bersama suaminya yang
kebetulan belum ada jaringan telepon. Aku ingin nekat ke rumahnya, namun
tidak berani, malu kalau tidak ada alasan yang jelas.
Suatu saat tanpa diduga aku bertemu dengan suami Mbak Nonik, kami
ngobrol dan dengan basa-basi kutanyakan apa sudah ada jaringan telepon
di rumahnya, ternyata sudah ada dan di rumahnya juga sudah dipasang.
Dengan berbekal nomor yang dikasihkan, aku mencoba menghubungi Mbak
Nonik, berdebar juga rasanya jantung ini.
“Hallooo”, terdengar suara yang sudah saya kenal baik itu.
“Ini Mbak Nonik, yaa?”, tanyaku. “Och…, Mas Feby toch”, sahut Mbak Nonik dengan nadanya yang renyah.
Kisah sex, Kami ngobrol lama, aku gunakan kesempatan
ini untuk membangkitkan kenangan masa lalu. Aku rayu dia, supaya
sewaktu-waktu ada kesempatan kami bisa mengulang masa laku kami. Namun
sayang Mbak Nonik mengaku sudah insaf dan dulu merupakan kekhilafan yang
jangan sampai diulang. Akhirnya aku menyerah, tapi sudah kepalang
basah, aku menceritakan terus terang dan minta tolong pada Mbak
Nonik.Gairahsex
“Mbak, kalau toch Mbak Nonik nggak mau lagi, baiklah nggak apa-apa,
tapi aku minta tolong…, tolong bantu aku Mbak!” “Apa yang bisa ku bantu
Masss!”
“Begini Mbak.., terus terang sejak kejadian itu, aku sering melamun
dan sering tergoda jika melihat ibu-ibu yang kelihatan seksi, aku
akhirnya hanya bisa menahan dan kalau toch terpaksa kuambil sabun dan
main sendiri. Mbak tolonglah aku…, gairahsex.com jika Mbak punya kenalan
yang kebetulan kesepian dan menginginkan kenikmatan, kenalkan padaku
yaach, aku ingin memberikan kenikmatan seperti yang pernah aku berikan
kepada Mbak Nonik”.
“Mas, kok jadi begini…, tapi yach, akan aku usahakan, tapi aku nggak berani menjanjikan lho!”
Kisah Dewasa, Sampai sekarang Mbak Nonik tidak
pernah memberi kabar. Aku juga tahu diri mungkin Mbak Nonik tidak setuju
apa yang akan aku perbuat, sehingga dia tidak pernah memberi kabar
apapun. Akhirnya akupun sampai sekarang tidak pernah menghubungi lagi
Mbak Nonik.Namun aku masih tetap mengharap menemukan Mbak Nonik yang
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar